
Manokwari, BeritaJoin.com — Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Yan Christian Warinussy, kembali menegaskan desakannya kepada aparat penegak hukum, khususnya Kapolres Teluk Bintuni, untuk segera mengembangkan penyelidikan terhadap Andarias Tomi Tulak, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Teluk Bintuni.
Sebagai Kuasa Hukum Masyarakat Adat Simei-Obo, Warinussy menyampaikan bahwa mantan Kadis PUPR tersebut diduga kuat terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi pembangunan jalan Simei-Obo yang bersifat fiktif, dengan nilai anggaran mencapai Rp6 miliar. Dalam kasus ini, Andarias Tomi Tulak bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sehingga secara hukum patut dimintai pertanggungjawaban.
Menurut Warinussy, tanggung jawab PA/KPA diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Salah satu poin penting adalah kewajiban PA/KPA melakukan pengujian atas tagihan berdasarkan laporan dari konsultan pengawas serta memastikan bahwa pelaksanaan anggaran sesuai dengan progres fisik pekerjaan di lapangan.
“Jika proyek tersebut tidak dilaksanakan alias fiktif, maka tidak seharusnya dokumen pembayaran seperti SPP, SPM, dan LS diterbitkan dan ditandatangani. Namun, dalam kasus ini, dana tetap dicairkan,” ungkap Warinussy pada rilis yang diterima,Sabtu(14/6)
Ia menambahkan, perbuatan ini berpotensi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana unsur kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang telah terpenuhi.
Lebih lanjut, Warinussy mengungkap bahwa pembangunan Jalan Simei-Obo tidak pernah didanai dari APBD sebagaimana yang tercantum dalam DPA Dinas PUPR Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2017. Justru, pembangunan jalan tersebut dilakukan atas inisiatif Masyarakat Adat Simei-Obo, dengan dana yang berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan penebangan kayu PT Wijaya Sentosa.
Dana dari APBD senilai Rp6 miliar tersebut diduga diselewengkan dan disalahgunakan oleh sejumlah oknum, termasuk seorang tersangka berinisial RT yang kini berstatus DPO, serta beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Teluk Bintuni.
“Kasus ini tidak boleh dibiarkan. Ini bentuk nyata pelanggaran hukum dan pengkhianatan terhadap hak-hak masyarakat adat,” tegas Warinussy.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar penyidik Polres Teluk Bintuni bertindak profesional dan independen dalam menuntaskan perkara ini, serta memeriksa seluruh pihak yang terkait demi tegaknya hukum dan keadilan di tanah Papua.[rls]