
Manokwari, BeritaJoin.com – Kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Jembatan Kali Wasian Tahap III Tahun Anggaran 2022 terus menjadi sorotan publik. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Yan Christian Warinussy selaku penasihat hukum terdakwa Jhony Koromad, menegaskan bahwa tanggung jawab hukum tidak bisa hanya dibebankan kepada kliennya semata.
Menurut Warinussy, kliennya Jhony Koromad yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, saat ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Theophilos K. Auparay, SH karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas. Dakwaan menyebutkan bahwa Jhony tidak menyusun perencanaan pengadaan, tidak menetapkan spesifikasi teknis dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), serta tidak mengendalikan kontrak. Namun, ia tetap melaporkan pelaksanaan proyek kepada Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Seharusnya tanggung jawab hukum juga diarahkan kepada Saksi Andarias Tomi Tulak, selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Teluk Bintuni yang menjabat sebagai PA dan KPA dalam proyek tersebut,” ungkap Warinussy pada rilis yang diterima, Sabtu(14/6)
Ia mengungkapkan bahwa pencairan dana proyek sebesar Rp 3.647.250.000 dilakukan oleh terdakwa lain, Fredy Parubak, dari rekening PT. Nusa Marga Raya. Hal ini, menurutnya, memperlihatkan bahwa terdapat pihak-pihak lain yang seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban.
Warinussy juga mengutip Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 dan Permendagri No. 77 Tahun 2020, yang mengatur dengan tegas kewenangan dan tanggung jawab PA/KPA dalam pelaksanaan anggaran. Dalam konteks ini, katanya, PA/KPA bertanggung jawab atas pengujian tagihan dan pengawasan pelaksanaan anggaran.
“Peran saksi Andarias Tomi Tulak sangat signifikan, dan tidak bisa dikesampingkan. Ini bukan hanya persoalan teknis administratif, tetapi juga pertanggungjawaban hukum yang harus diproses secara adil,” jelas Warinussy.
Pihaknya berharap agar aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada PPK atau pelaksana proyek, melainkan juga mendalami keterlibatan dan tanggung jawab dari pejabat struktural lain, termasuk Kepala Dinas PUPR yang berperan sebagai PA/KPA.
Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang, terutama jika pengadilan mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang menunjukkan adanya kelalaian atau pelanggaran oleh pejabat lain di luar terdakwa utama.[*]