
Bintuni, BeritaJoin.com– Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong penegakan hukum yang humanis dan berkeadilan sosial. Hingga Maret 2025, sebanyak lima perkara pidana telah dihentikan penuntutannya melalui pendekatan Restorative Justice atau keadilan restoratif.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum), Ashar, yang menyebut bahwa seluruh perkara tersebut telah diekspos dan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) setelah terpenuhinya syarat utama: adanya perdamaian antara pelaku dan korban.
“Rincian perkara yang dihentikan antara lain:
Januari 2025, tersangka NRW atas pelanggaran Pasal 378 KUHP (penipuan).
Februari 2025, tersangka SI melanggar Pasal 362 KUHP (pencurian), serta MH atas Pasal 351 KUHP (penganiayaan).
Maret 2025, tersangka EF juga terkait Pasal 351 KUHP, serta kasus bersama atas nama HYM dan FRM yang dijerat Pasal 351 jo. 55 KUHP,” jelas Ashar baru-baru ini.
Ashar menegaskan, penerapan keadilan restoratif tidak dilakukan sembarangan. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, seperti ancaman pidana di bawah lima tahun, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan adanya kesepakatan damai antara korban dan pelaku.
Mengutip adagium hukum, “Lex Semper Dabit Remedium” yang berarti “Hukum selalu memberikan solusi,” Ashar menekankan bahwa hukum seharusnya menjadi sarana menyelesaikan konflik, bukan semata-mata alat pemidanaan.
Ia juga berpesan kepada masyarakat, khususnya warga Kabupaten Teluk Bintuni, untuk terus meningkatkan kesadaran hukum dan menjauhi perbuatan melawan hukum.
Pendekatan keadilan restoratif yang dijalankan Kejari Teluk Bintuni mendapatkan apresiasi luas dari berbagai kalangan, karena dinilai sebagai langkah konkret menuju sistem hukum yang lebih berkeadilan, damai, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.[red/ars]